
KENDARIPOS.CO.ID — Pendapatan dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) BBM nonsubsidi yang mengalir dari perusahaan untuk daerah masih sangat minim. Dugaan kebocoran PAD dari sektor PBBKB menguat. Salah satu indikatornya, masih terlihat antrian mengular truk dan mini bus bermesin diesel Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Indikator lainnya, perusahaan tambang tidak konsisten membeli BBM di agem resmi yang ditunjuk pemerintah. Ada dugaan pemilik perusahaan membeli BBM subsidi yang disuplai para pengantri di SPBU.
Pemprov Sultra terus berupaya mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor PBBKB. Pemprov meminta perusahaan tambang menggunakan BBM yang berasal dari 32 agen resmi yang telah terdaftar. Jumlah agen cukup banyak sehingga tak ada alasan perusahaan tambang tak dapat kuota lalu berdalih mencari BBM subsidi yang disuplai secara ilegal dari para pengantri lantaran harganya lebih murah.
Idealnya, dengan 32 agen resmi itu, setiap BBM yang digunakan perusahaan tambang akan dikutip sebagai pendapatan daerah. Kondisinya jauh berbeda. Rupanya eksistensi 32 agen resmi belum berkontibusi banyak dalam pundi-pundi PAD. PAD dari sektor PBBKB masih belum maksimal.
Kepala Seksi Pendataan dan Pengenaan Pajak Badan Pendapatan Daerah (Dispenda) Sultra, Mahmub menuturkan hasil rekonsilisasi yang diadakan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan perusahaan tambang di Sultra ditetapkan suplai BBM harus berasal dari agen resmi yang telah terdaftar di Sultra. “32 perusahaan yang memiliki izin niaga umum (INU) bahan bakar minyak dan memperoleh persetujuan penunjukan Wajib Pungut Pajak (Wapu) PBB KB wilayah Sultra tahun 2019. 32 perusahaan ini wajib menyalurkan BBM ke sejumlah
perusahaan tambang di Sultra,” tutur Mahbub di ruang kerjanya, akhir pekan lalu.
